Begitu banyak kritikan masuk di akun Instagram Lalala Fest 2016 lantaran banyaknya masalah terkait manajemen dan komunikasi dari tim panitia (Foto oleh Satria Perdana)

Akhir pekan lalu menjadi salah satu akhir pekan paling ditunggu para festival goer maupun music enthusiast. Pasalnya gelaran Lalala Fest 2016 yang menjadi the first forest festival bertaraf “internasional” ini akhirnya diselenggarakan di Hutan Pinus Cikole, Lembang, Jawa Barat.

Banyak sekali calon penonton yang sudah berekspektasi bahwa festival yang dipromotori dan dibuat oleh The Group ini akan berjalan seru, lancar, dan menyenangkan. Namun, sayangnya event yang diselenggarakan Sabtu (5/11) ini, berubah menjadi chaos dan menurunkan mood sebagian besar penontonnya.

“Biasanya Lembang kalau macet, nggak pernah semacet ini. Gue dari Bandungnya dari siang lho, masa baru sampai lembangnya aja jelang maghrib dan gue sampai venue udah malem. Gue rasa panitianya nggak prepare untuk antisipasi macet ini,” keluh salah seorang penonton asal Jakarta, Puput.

Ya, memang kemacetan parah di Lembang terjadi saat HangOut menuju venue. Saat sudah dekat dengan area Cikole, sulit untuk menemukan tanda tempat parkir festival ini. Tandanya pun kecil dan tidak disinari oleh lampu penerangan. Makanya ada beberapa orang yang mungkin terlewat dan akhirnya ingin berputar untuk parkir, tapi tidak dimungkinkan karena jalan kedua arah dekat Cikole benar-benar macet.

Kemacetan parah menuju venue festival yang diramaikan oleh beberapa artis internasional seperti Keith Ape, Kodaline, MYMP, dan Jasmine Thompson ini bukan satu-satunya masalah. Sejumlah masalah lain pun juga turut muncul setelah semakin banyak penonton tiba di venue Lalala Festival, dan kemudian keluhan serta kritik pedas kepada penyelenggara pun membanjiri akun Instagram Lalala Fest. Berikut beberapa kritik yang disampaikan sejumlah penonton saat ditemui di venue dan juga dikurasi di akun Instagram Lalala Fest.

Manajemen dan komunikasi yang buruk dari tim panitia

Hujan angin yang turun siang hari membuat area becek dan berlumpur. Namun, itu wajar dan memang namanya juga forest festival, jadi sudah jelas akan seperti apa areanya nanti dan tentu akan membuat sepatu kita kotor. Jadi keluhan tersebut bukan lah sesuatu yang berarti bagi banyak orang. Namun, masalah terbesar dari penyelenggaraan acara ini adalah manajemen dan komunikasi yang buruk dari tim panitia.

“Panitianya ada nggak sih? Kok gue nggak liat ada panitia ya. Atau dari awal gerbang sampai masuk gue dari awal nggak lihat ada petunjuk arah mana tempat makannya, mana panggungnya gitu,” ucap pemenang kuis HangOut Give Away, Darmie yang tengah berjalan bersama kami di venue.

“Tadi gue lihat ada yang pakai sepatu boot gitu, katanya bisa dituker atau dapet penonton plus dapet jas hujan, tapi gue baru tahu hari ini dan nggak ada tuh pemberitahuan di web, IG, atau lainnya. Kacau sih ini,” tambahnya.

Sebagian kawasan Cikole dinilai rusak akibat Lalala Fest

Salah satu keluhan dan kritik diungkapkan oleh Lihardo Gonzales di akun Instagram Lalala, di mana Ia lebih mempermasalahkan fasilitas yang sangat minim, seperti lampu penerangan untuk berjalan atau flooring area yang rawan rusak.

“Semua tahu itu hutan, semua tahu bakal hujan. Yang kita nggak tahu bahwa EO-nya tidak menyediakan venue yang layak dilewati dengan dresscode yang diminta dan minim penerangan. Di hutan jalan pakai sendal nggak masalah, kasih flooring kayu kek. Ditabur jerami doang udah seperti kandang kuda (mending banyak) ini sedikit doang. Akhirnya apa? Penonton memilih jalan dengan menginjak rumput di samping, jadi rusak lah hutannya,” katanya.

Dibalik spot foto untuk mengabadikan momen di Lalala Fest ini, ada sejumlah area dan fasilitas yang rusak (foto oleh Satria Perdana)

Package yang tidak sesuai seperti yang diinformasikan

Selain tidak jelasnya petunjuk arah dan kurang komunikatifnya tim panitia maupun volunteer di area, salah satu masalah besar yang dipermasalahkan para penonton adalah tidak sesuainya package yang didapat beberapa penonton yang membeli tiket dengan paket tenda.

Dalam perbincangan di Instagram, Erikson Aritonang dan Adinda Ayunita sama-sama mempermasalahkan fasilitas tenda.

“Itu kemaren banyak teman-teman yang udah sewa tenda nggak jadi ditempatin dan saya termasuk salah satunya yang nggak jadi tempatin tenda. Yakali sewa tenda untuk dua orang Rp 600.000 belum sama tax, tapi fasilitasnya cuma tenda dan matras. Padahal starter pack-nya itu ada tenda, matras, selimut, bantal, sikat gigi. Panitia yang khusus handle masalah tenda juga nggak ada,” tulis Erikson merespon komentar Adinda.

Sound Check yang terlalu lama

Rundown acara memang ngaret parah. Seharusnya Jasmine Thompson yang tampil tepat pukul 18.40, harus tampil sekitar pukul 19.40. Tertunda sekitar satu jam. Dan masih bisa dibilang wajar sebenarnya karena sebelumnya terkendala hujan dan tim panitia di panggung tentu harus mempertimbangkan masalah teknis. Namun, yang menjadi sorotan tajam adalah masalah sound check yang terlalu lama.

“Emangnya nggak disuruh sound check dari pagi ya? Ini sound check artisnya sama kayak penampilan artisnya, malah ada yang lebih lama dari penampilan artisnya. Kecewa gue karena nunggu lama ini, nggak peduli hujan atau beceknya sih gue, tapi sound check yang lama itu bikin kecewa,” terang Ivan yang juga langganan menonton konser dan gigs di Jakarta dan Bandung.

Who is Apparat?

Semua Yang Perlu Diketahui Tentang Djakarta Warehouse Project 2017

Homeshake Akan Menyambangi Jakarta Pada Januari 2018!

Gubernur Jakarta Ali Sadikin dan Lukisan Yang Dicoret

Photo Gallery: Magnitude Hammersonic 2017

Photo Gallery: Yellow Claw X Moet & Chandon