Foto: NN.

Pupus sudah harapan kita untuk menyimak album ke tujuh Soundgarden, pasca kematian mendadak Chris Cornell. Cornell meninggal di usia ke 52 tepat setelah mengakhiri panggungnya bersama Soundgarden di Detroit pada Rabu (17/5) kemarin. Tidak ada yang tau penyebabnya.

Tentu meninggalnya Cornell bukan saja memudarkan harapan menyimak Soundgarden lebih lama, namun malah bisa jadi mengembalikan band asal Seattle tersebut ke periode 1998-2009, yang berarti hiatus atau malah bubar. Cornell ibarat Lemmy dalam Motorhead, ia adalah kunci dari Soundgarden dan bahkan band yang entah nasibnya bagaimana, Audioslave.

Lebih dari itu Cornell adalah pemegang estafet Nirvana atau Kurt Cobain untuk urusan nihilism, di tengah megap-megap nafas grunge akhir 90an. Tentu lebih cerdas lagi Cornell meramu estetika nihilismenya ke dalam musik dan lirik yang gelap dan menyeret pendenger ke tengah lorong yang gelap.

Namun akhir 90an atau lebih tepatnya 1996 masyarakat grunge dunia, cukup berat menerima kabar Soundgarden memutuskan bubar. Banyak yang menyangkan, namun bagi Cornell hal yang terjadi biarkanlah terjadi. Alih-alih berdiam atau memupuk derita, Cornell justru tampil semakin maju dalam wujud solois rock mumpuni. Merilis Euphoria Morning pada 1999 menjadi jejak langkah awal Cornell untuk memulai karir kesendiriannya yang tetap saja bernuansa nihilism nanpenuh kegelapan. Namun sejatinya apalah Cornell tanpa Kim Thayil, Matt Cameron, dan Ben Shepherd ? Biasa saja. Beberapa album solonya nyaris datar dan orang-orang justru berharap keajaiban Soundgarden untuk bersatu lagi.

Nyatanya Cornell malah menerima ajakan para mantan personil Rage Against the Machine: Tom Morello, Tim Commerford, dan Brad Wilk untuk mendirikan Audioslave pada 2001. Diawal nasibnya lebih baik daripada harus melalui arus musik sendirian, apalagi Audioslave berisi orang-orang canggih dan nyatanya memangband itu dijuluki supergroup. Sayangnya tidak, Cornell justru meninggalkan band itu di 2007 dan nyaris membuat Morello kesal. Seakan tidak peduli dengan itu, Cornell malah tampil solo lagi. Menyelami kesendiriannya kembali.

Barulah pada 2010, perihal pertanyaan akankah Soundgarden melakukan semacam reuni, terjawab. Sebagai penanda pertemuan yang mengharukan dari legenda grunge itu, Telephantasm yang berisi materi mereka dari 1987 hingga 1996 dirilis. Sebelum mereka akhirnya memutuskan untuk menggarap album baru pada 2012 yang akhirnya berbuah King Animal.

Namun sekarang ketika Soundgarden sudah mulai menjalani aktivitas panggungnya seperti biasa, masyarakat dikejutkan oleh berita kematian Cornell. Tentu tidak ada harapan lagi untuk menantikan album terbaru, atau mungkin Detroit menjadi panggung terakhir Soundgarden.

Tentu bagi saya pribadi, kematian Cornell adalah babak kedua dari kematian grunge pasca Cobain tewas puluhan tahun silam. Sekarang tersisa Eddie Vedder, masih ada Dave Grohl juga. Tapi saya pilih Navicula saja deh.

RIP Chris Cornell!

Don’t Miss It! Afrojack Live at Sky Garden Bali, May 18th!

Dia.Lo.Gue Kembali Menggelar EXI(S)T 2017 Bertemakan “Tomorrow As We Know It”

Malam Ini, Jakarta City Philharmonic Akan Bawakan Karya Lima Komposer Rusia

Photo Gallery: Magnitude Hammersonic 2017

Photo Gallery: Yellow Claw X Moet & Chandon

Photo Gallery: Belvedere Playground The Debut